Rekam Jejak Perjuangan Pencak Silat Indonesia
Pencak silat merupakan warisan asli budaya bangsa Indonesia,
yang terdiri dari berbagai perguruan/aliran
pencak silat. Sejarah lahirnya pencak silat tidak diketahui secara
pasti, namun beladiri pencak silat dimungkinkan sudah ada di tanah air sejak
peradaban manusia di Indonesia.
Menurut Notosoejitno (1999: 4-6)
perkembangan sejarah pencak silat dapat di bagi menjadi dua jaman, yang terdiri
dari:
1. Jaman Pra Sejarah
2. Jaman Sejarah, di bagi menjadi lima yaitu: (a)
Jaman Kerajaan-Kerajaan, (b) Jaman Kerajaan Islam, (c) Jaman Penjajahan Belanda,
(d) Jaman Penjajahan Jepang, dan (e) Jaman Kemerdekaan
Pada
jaman pra sejarah belum ada istilah pencak silat, namun pada jaman ini manusia
purba sudah mengenal pembelaan diri dalam arti untuk mempertahankan hidup. Hal
ini sangat dibutuhkan mereka karena pada jaman itu manusia dapat bertahan hidup
bila mereka dapat mengatasi rintangan-rintangan alam yang ganas, hidup di hutan
belantara dan selalu berhadapan dengan berbagai binatang besar yang buas. Tantangan yang paling berbahaya tersebut
adalah serangan dari binatang buas yang hidup di hutan-hutan.
Ganasnya alam yang menatang pada
saat itu, memaksa mereka harus membela
diri dengan tangan kosong dan perlengkapan yang sederhana. Perjuangan hidup
tersebut membuat mereka dapat bertahan untuk
hidup. Lahirnya beladiri pada saat itu belum ada nama, namun itu
merupakan naluri mereka untuk bertahan hidup.
JAMAN KERAJAAN-KERAJAAN
Perkembangan jaman terus berputar,
maka muncullah ilmu beladiri yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan
maupun daerah pada saat jaman kerajaan-kerajaan baik di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, sampai dengan daerah
Semenanjung Melayu. Mereka menciptakan bela diri (jurus-jurus) dengan meniru
gerakan binatang yang berada di lingkungan alam sekitarnya.
Gerakan-gerakan yang diciptakan juga
disesuaikan dengan alam sekitarnya yang berbukit-bukit, dan berbatuan. Misalnya
jurus yang diciptakan meniru gerakan harimau, kera, ular, dan burung. Oleh
karena kondisi lingkungan yang berbukit dan berbatuan, maka gerakannya banyak lompatan/
loncatan. Orang-orang yang hidup di pegunungan biasa berdiri, bergerak,
berjalan dengan langkah kedudukan kaki yang kuat untuk menjaga agar tidak mudah
jatuh selama bergerak di tanah yang tidak rata. Biasanya menciptakan beladiri
yang mempunyai ciri khas kuda-kuda yang kokoh tidak banyak bergerak. Sedangkan
gerakan tangan lebih lincah, banyak ragamnya dan ampuh daya gunanya.
Penduduk yang hidup di daerah
berawa, tanah datar, padang
rumput biasa berjalan bergegas, lari, sehingga gerakan kakinya menjadi lincah.
Mereka menciptakan beladiri yang lebih banyak memanfaatkan kaki sebagai alat
beladiri. Akhirnya setiap daerah mempunyai beladiri yang khas dan berbeda
dengan daerah lainnya, sehingga timbullah aliran beladiri beraneka ragam.
Pada jaman kerajaan beladiri sudah
di kenal untuk keamanan serta untuk memperluas wilayah kerajaan dalam melawan
kerajaan yang lainnya. Pada jaman ini kerajaan yang mempunyai prajurit kuat dan
tangguh, maka mereka mempunyai wilayah jajahan yang luas. Prajurit yang
mempunyai ilmu beladiri tinggi maka ia akan mendapat jabatan yang tinggi pula (
patih ).
Kerajaan-kerajaan pada waktu itu seperti:
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram, Kediri, Singasari,
Sriwijaya, dan Majapahit mempunyai prajurit yang dibekali ilmu beladiri untuk
mempertahankan wilayahnya.
Bahkan dua Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Majapahit keduanya mempunyai pasukan kuat beserta armada lautnya
sehingga terkenal sampai keluar wilayah nusantara. Tahun 671 Kerajaan Sriwijaya
mengembangkan wilayahnya sampai ke Melayu, tetapi setelah menurunnya kekuasaan
kerajaan Sriwijaya pada abad 7-12, maka mulai abad 13 muncullah kerajaan islam
Samudra Pasai (Notosoejitno, 1999: 15). Abad 16 Samudra Pasai mencapai
puncaknya sampai ke Malaka, namun demikian istilah beladiri pencak silat belum
ada.
Baru tahun 1019-1041 pada jaman kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh
Prabu Erlangga dari Sidoarjo, sudah mengenal ilmu beladiri pencak dengan nama
“Eh Hok Hik”, yang artinya “Maju
Selangkah Memukul” (Notosoejitno, 1999: 15). Prabu Erlangga ini merupakan
pendekar ulung yang mempunyai ilmu beladiri yang tinggi, oleh karenanya raja,
bangsawan, kesatria, prajurit pada waktu itu wajib belajar beladiri. Pada saat
itu prajurit yang memiiliki ilmu beladiri tinggi, maka semakin tinggi pula
kedudukannya.
JAMAN KERAJAAN ISLAM
Pada jaman kerajaan Islam perdagangan dan pelayaran internasional sudah
berlangsung sehingga para pedagang dan saudagar dari negara-negara Arab, Cina,
serta Asia Timur banyak berdatangan di Indonesia. Mereka selain berdagang
juga pertukaran kebudayaan sehingga memungkinkan pencak silat sebagai budaya
bangsa kita dibawa ke luar negeri, namun demikian juga terjadi asimilasi
beladiri yang dibawa oleh para saudagar.
Perdagangan dan pelayaran internasional ini sudah dilakukan
sejak kerajaan islam yang dipimpin oleh Bani Umayah, dengan Asia Timur pada
Dinasti Tang dari Cina. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya wilayah
perdagangannya selain di negara-negara Asia Tenggara sampai ke Asia Timur.
Beberapa deretan pendekar dan
pahlawan yang mahir pencak silat adalah ; Patih Gajah Mada, Para Wali Songo
(Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ngampel, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Giri,
Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati). Adapun para raja
yang tangguh adalah: Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro,
Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Imam Bonjol. Sedang pendekar wanitanya adalah:
Sabai Nan Putih, dan Cut Nyak Din.
JAMAN
PENJAJAHAN
Pada jaman penjajahan pencak silat
dipelajari oleh punggawa kerajaan, kesultanan, dan para pejuang untuk
menghadapi penjajah. Perkembangan sejarah pencak silat pada jaman penjajahan di bagi menjadi dua, yaitu:
1.
Jaman Penjajahan Belanda
2.
Jaman Penjajahan Jepang
Pada jaman penjajahan Belanda pencak silat
diajarkan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi, karena takut diketahui oleh
penjajah. Kaum penjajah khawatir bila kemahiran pencak silat tersebut akhirnya
digunakan untuk melawan mereka. Kekhawatiran itu memang beralasan, karena
hampir semua pahlawan bangsa seperti: Cik Ditiro, Imam Bonjol, Fatahillah,
Pangeran Diponegoro, adalah pendekar silat. Oleh karena itu banyak
perguruan-perguruan pencak silat yang tumbuh tanpa diketahui oleh penjajah,
bahkan sebagian menjadi perkumpulan rahasia.
Notosoejitno (2001: 1) menyatakan
bahwa dilihat dari sosok, profil atau tampilan
pencak silat di Indonesia
ada tiga, yaitu:
1.
Pencak silat asli (original), ialah
pencak silat yang berasal dari lokal dan masyarakat etnis di Indonesia.
2.
Pencak silat bukan asli yang sebagian
besar berasal dari Kung Fu, Karate dan Jujitsu.
3.
Pencak silat campuran, ialah
campuran antara pencak silat asli dan bukan asli (beladiri asing). Pencak silat
bukan asli adalah beladiri dari asing yang ingin bergabung dengan nama pencak
silat termasuk peraturan AD dan ART
disesuaikan dengan IPSI.
Pencak silat juga dipelajari oleh banyak kaum pergerakan politik
termasuk beberapa organisasi kepanduan nasional. Dengan diam-diam perguruan
pencak silat berhasil memupuk kekuatan yang siap untuk melawan penjajah
sewaktu-waktu. Bagi kaum pergerakan yang ditangkap oleh penjajah dan dibuang
secara diam-diam, mereka menyebarkan beladiri pencak silat di tempat
pembuangan. Namun penjajah Belanda mempunyai politik yang ampuh dalam memecah
belah antar suku bangsa atau aliran pencak silat (devide et impera ).
Lain halnya pada penjajahan Jepang pencak silat dibebaskan untuk
berkembang, namun dibalik itu dimanfaatkan demi kepentingan Jepang untuk
menghadapi sekutu. Bahkan anjuran Shimitzu diadakan pemusatan tenaga aliran
pencak silat di seluruh Jawa secara serentak
yang diatur oleh pemerintah di Jakarta. Namun pada waktu
itu tidak disetujui diciptakannya pencak silat olahraga yang diusulkan oleh
para pembina pencak silat untuk senam pagi di sekolah-sekolah. Hal ini
disebabkan akan menyaingi senam Taisho
Jepang yang dipakai senam setiap pagi hari.
JAMAN KEMERDEKAAN
Sebelum Indonesia
merdeka pencak silat ikut andil dalam perjuangan bangsa dalam melawan penjajah
baik Belanda maupun penjajah Jepang. Hal ini dibuktikan pada masa penjajahan
sudah banyak bermunculan nama-nama perguruan/aliran pencak silat yang bertujuan
untuk membekali pejuang dalam melawan penjajah.
Kemahiran ilmu beladiri pencak silat ini terus dipupuk guna melawan
penjajah secara gerilya pada jaman kemerdekaan. Perguruan-perguruan pencak
silat pada waktu itu sibuk untuk menggembleng tentara dan rakyat, di samping
itu pesantren-pesantren, gereja-gereja, dan tempat-tempat ibadah selain untuk
beribadah juga digunakan untuk latihan beladiri pencak silat. Sebagai contoh
perang fisik bulan Nopember tahun 1945 di Surabaya dalam melawan sekutu, banyak
menampilkan pejuang yang gagah perwira dari Pondok Pesantren Tebu Ireng,
Gontor, dan Jamsaren (Atok Iskandar, 1999: 12).
Dari hasil yang diperoleh para pemimpin bangsa dan para pendekar pada
waktu itu menyadari bahwa pelajaran pencak silat berhasil memupuk semangat
juang dan menggalang persaudaraan yang erat. Oleh karena itu setelah proklamasi
kemerdekaan tahun 1945 dimana Belanda melancarkan lagi agresinya dua kali, maka
pencak silat dimanfaatkan lagi secara maksimal guna menghadapi serangan
Belanda.
Pada masa pemberontakan politik PKI Madiun,
dan Darul Islam atau DI/TII, kemahiran beladiri pencak silat digunakan lagi
dengan strategi Pagar Betis, yaitu pengepungan pemberontak oleh para tentara
bersama rakyat yang telah dibekali ilmu beladiri. Pada jaman kemerdekaan ini
perkembangan pencak silat dibagi menjadi lima
periode yang meliputi : (1) Periode Perintisan, (2) Periode Konsolidasi dan
Pemantapan, (3) Periode Pengembangan, dan (4) Periode Pembinaan.
No comments:
Post a Comment